Jumat, 10 Mei 2013

Analisis Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”

Nama            : Ilham
           NIM             : F1A011048
     Jurusan          : Sosiologi

Analisis Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”



A. Sinopsis Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” merupakan salah satu Film Komedi Indonesia Tahun 2010 yang dirilis oleh Deddy Mizwar. Cerita dari film ini ditulis oleh Musfar Yasin, dan diperankan oleh Reza Rahadian, Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja, Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim, Sakurta Ginting, Sonia, dan Teuku Edwin. Film ini bertemakan pendidikan, dalam alur ceritanya pemeran berniat untuk merubah anak-anak yang berprofesi mencopet.
Dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” menceritakan seorang anak muda lulusan S1 Managemen yang bernama Muluk sebagai seorang yang baru saja lulus kuliah, tentu saja berupaya untuk mencari kerja. Dengan berbekal ijazah yang dimiliki serta surat kabar yang memuat berbagai lowongan kerja, namun semua lamaran tersebut tidak membuahkan hasil.
Semangat Muluk dalam mencari kerja tidak pernah berhenti dan akhirnya melihat sekelompok anak yang melakukan aksi copet di sebuah pasar. Dengan geram Muluk meringkus anak tersebut dan mengancam melaporkannya kepada polisi. Beberapa waktu kemudian, di sebuah warung Muluk bertemu dengan Komet. Komet akhirnya membawa Muluk ke markasnya dan memperkenalkan dengan Jarot yang menjadi pemimpin para pencopet. Di sisi lain, ayah Muluk yang bernama Pak Makbul berdebat serius dengan Haji Sarbini yang merupakan calon besannya. Muluk akan dijodohkan dengan Rahma. Keduanya terus saja berdebat walaupun berusaha dilerai oleh Haji Rahmat, seorang tetua dalam bidang agama Islam di daerah tersebut.
Perkenalan Muluk dan Jarot menghasilkan kesepakatan bahwa Muluk akan bekerja bersama dengan para pencopet tersebut untuk mempraktekkan ilmu manajemen yang dimiliki dengan mengelola keuangan mereka. Ini ditawarkan oleh Muluk dengan imbalan 10% dari hasil copet mereka. Tujuan Muluk adalah agar hasil copet mereka dapat dikelola secara profesional dan akhirnya dapat dijadikan sebagai modal usaha agar tidak perlu menjadi pencopet lagi. Secara umum, kelompok pencopet ini dibagi menjadi 3, yaitu kelompok mall yang terdiri atas pencopet yang berpakaian paling bagus dan “gaul”, kelompok pasar yang berpakaian paling kumal, dan kelompok angkot yang berpakaian sekolah. Setiap kelompok memiliki pemimpin dan metode kerja sendiri-sendiri. Muluk pun menyadari  bahwa anak-anak ini juga butuh pendidikan, dan untuk mengajar mereka, Muluk meminta bantuan Samsul, seorang Sarjana Pendidikan pengangguran yang sehari-hari hanya bermain kartu saja agar mempraktikan apa yang telah diperoleh dari kuliahnya dulu.
Sebuah permasalahan kecil terjadi saat ayah Muluk bertanya mengenai pekerjaannya. Dengan terpaksa Muluk menjawab bahwa pekerjaannya adalah di bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia. Beberapa waktu kemudian, Haji Rahmat meminta Muluk agar dapat mempekerjakan anaknya, Pipit, karena sehari-hari Pipit hanya mengurusi kuis-kuis di televisi dan mengirim undian berhadiah kemana-mana. Muluk-pun menyanggupi hal tersebut dan mengajak Pipit untuk mengajar agama bagi anak-anak pencopet.
Rasa penasaran pun muncul dari Pak Makbul ayah Muluk, Haji Rahmat ayah Pipit, dan Haji Sarbini calon mertua Muluk. Mereka pun bersikeras hendak melihat tempat kerja Pipit, Muluk dan Samsul. Mereka amat terkejut sewaktu mengetahui bahwa anak-anak mereka rupanya bekerja untuk para pencopet .
Pertentangan batin yang hebat segera terjadi di hati mereka yang juga mempengaruhi Muluk, Pipit, dan Samsul. Mereka akhirnya berhenti mengajari anak-anak itu. Setalah itu, Jarot memberikan pengarahan kepada anak-anak itu tentang bagaimana mereka seharusnya mencari uang dengan uang halal. Golongan copet pasar akhirnya sadar dan mereka berubah profesi menjadi pedagang asongan, golongan mall dan angkot tetap pada profesi mereka yaitu pencopet. Namun, saat golongan copet pasar sedang berdagang di jalan raya tiba-tiba ada satpot pp yang menertibkan jalanan tersebut. Anak-anak banyak yang tertangkap tetapi pada saat itu. Muluk melihat kejadian itu dan mengaku kepada satpol pp bahwa dia adalah orang yang menyuruh anak-anak itu mengasong (bos mereka). Sehingga, Muluk pun dibawa pergi oleh satpol pp tersebut.



B. Hasil Analisis Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
Dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” sangat menonjolkan pentingnya pendidikan dalam merubah kehidupan agar menjadi lebih baik. Kehidupan masyarakat Indonesia secara garis besar memang telah mengalami perubahan. Seperti perubahan pada system ekonomi, politik maupun system sosial. Tetapi, ironis memang ketika kita mendapati salah satu pasal UUD 1954 yaang menyatakan “bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” sementara kenyataan yang terjadi pada negara ini sebenarnya menunjukkan kebalikannya.
Menyambung dari permasalahan utama dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” yang menyinggung masalah pentingnya pendidikan yang harus diperoleh bagi setiap warga masyarakat Indonesia yang dikatakan sudah “merdeka”. Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan sejatinya adalah modal dasar sebuah bangsa untuk mencapai kemajuan. Dengan pendidikan, penguasaan terhadap teknologi akan dicapai lebih mudah. Suatu negara yang sudah menguasai teknologi, maka akan lebih mudah ia menguasai dunia. Hal ini sudah dibuktikan oleh negara-negara “barat” yang mampu menguasai teknologi. Kini, seharusnya kita sadar bahwa mereka yang berilmu tentu akan lebih banyak berbicara di percaturan global.
Setelah melihat dari film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” ternyata masih banyak warga Indonesia yang tidak memperoleh pendidikan. Bahkan, mereka tidak tahu apa itu pendidikan. Padahal, sudah sejak lama negeri ini selalu menggalakkan program wajib belajar. Maksud pemberian wajib belajar itu adalah untuk tujuan yang baik. Wajib belajar adalah pemberian pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat.
Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan yang terbilang belum mampu dalam hal materi. Sehingga, pemerintah pada akhir-akhir ini selalu berusaha memberikan bantuan khusus kepada sekolah-sekolah. Bantuan itu adalah guna meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik dan yang terdidik. Walaupun ada pepatah yang mengatakan  "Seseorang boleh saja tidak melanjutkan pendidikan karena ia bodoh, tapi tidak boleh terjadi seseorang tidak melanjutkan pendidikan karena ia miskin". Tetapi, pada kenyataannya masih banyak anak bangsa yang tidak memperoleh pendidikan karena “pemiskinan” yang disebabkan oleh kesalahan system maupun struktur sosial yang ada dan salah satu penyebab paling utamanya adalah masalah korupsi yang sangat merugikan orang lain dan menyebabkan terjadinya kemiskinan yang berpengaruh pada masalah pendidikan. Memang kemiskinan selalu jadi bayang-bayang di balik pendidikan kita dan menjadikan semuanya semakin kacau. Namun bagaimanapun juga pendidikan tetap dinomorsatukan, sebab jika tak ada ilmu tidak akan kita dapati perbaikan kemiskinan.
Inti dari film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” adalah mengkritik dunia pendidikan di Indonesia. Dimana dalam film tersebut sangat menjunjung tinggi pendidikan, serta memiliki banyak pesan yang sebaiknya kita terapkan dalam kehidupan kita. Contohnya dalam film tersebut dimana ada copet yang bernama Glen tertangkap polisi disebabkan tidak bisa membaca petunjuk jalan. Hal ini menunjukkan bahwa angka buta huruf di Indonesia masih sangat tinggi. Kasus yang lain pun banyak digambarkan dalam film tersebut. Misalnya kasus yang dialami oleh Muluk, samsul dan pipit. Walaupun mereka berpendidikan tinggi belum tentu akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Hal itu menambah buruk potret kualitas pendidikan di Indonesia yang masih banyak masalah yang sampai saat ini belum ada solusi yang tepat.
Dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” juga menunjukkan bahwa sampai kapanpun persepsi orang tentang pencopet tidak akan berubah sekalipun mereka telah mendapatkan pendidikan akademik maupun agama. Persepsi seperti inilah yang menyebabkan susahnya masyarakat negeri ini untuk bergerak maju dan mendapatkan perubahan yang signifikan. Masyarakat Indonesia sudah terlalu terpaku ada suatu hal yang mereka nilai dari luarnya sehingga terkadang lupa oleh apa yang sebenarnya terjadi. Perbandingan yang ditonjolkan pada film ini sebenarnya sangat klasik yaitu antara koruptor dan pencopet.
Perbedaan antara koruptor dengan pencopet dapat kita ketahui dari sudut pandang pendidikan mereka. Padahal keduanya sama-sama mengambil hak yang bukan miliknya secara diam-diam. Perbedaan pada mereka adalah bagaimana cara mereka “mencopet”. Jika pencopet biasa mencopet uang langsung dari orang lain. Sedangkan, cara koruptor mencopet uang orang lain tidak lagi langsung dari orang. Inilah contoh simple dari pentingnya sebuah pendidikan. Jika kita amati lagi-lagi faktor pendidikan yang menyebabkan ini semua. Faktor mahalnya pendidikan atau masih tertanam bahwa pendidikan itu tidak penting. Tetapi jika telah berpendidikan bisa menjamin hidup atau malah melakukan perbuatan haram seperti korupsi.
Penjelasan dari film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” mengenai pendidikan bisa kita kaitkan dengan masalah ideologi pendidikan. Karena sistem pendidikan dalam praktiknya berada dalam dua posisi yang cukup dilematis. Dimana pendidikan melanggengkan struktur atau sistem yang ada dalam masyarakat. Sedangkan, di satu sisi pendidikan berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi sosial (fungsi reproduksi).
Masalah yang diulas dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” tentang pendidikan menurut pemikiran Pierre Buordieu yang memandang pendidikan hanyalah alat utk mempertahankan eksistensi kelompok dominan. Sekolah pada dasarnya hanya menjalankan proses reproduksi budaya (cultural reproduction), sebuah mekanisme sekolah, dalam hubungannya degan institusi yang lain, untuk membantu mengabadikan ketidaksetaraan ekonomi antargenerasi. Hal ini sangat jelas terdapat dalam isi dari film tersebut. Dimana kehidupan para pencopet yang sulit untuk diajak keluar dari dunia percopetan karena minimnya pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga, dapat kita tarik kesimpulan dari film tersebut bahwa pendidikan sangat penting dalam melepaskan seseorang dari kebodohan dan kemiskinan.



ANALISA KASUS MAGI

TUGAS SOSIOLOGI AGAMA
“ANALISA FENOMENA MAGI”


Disusun Oleh:
ILHAM           (F1A011048)

 KEMENTRIAN  PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
                                                PURWOKERTO
2013



Minggu, 31 Maret 2013 | 00:01:25 WITA | 736 HITS
Kiwil Dicurigai Gunakan Pelet demi Istri Ketiga


Kiwil
PERNIKAHAN Kiwil dengan wanita bernama Marlina terus mengundang kontroversi. Tak hanya karena pernikahan itu merupakan yang ketiga buat Kiwil, tapi juga karena pelawak tersebut dituding menggunakan pelet untuk menarik hati Marlina.
"Lina kenal Kiwil enam bulan lalu. Sejak itu Lina berubah, agak pendiam, padahal dulunya orangnya rame," kata Asya Parera, sepupu Marlina di Jakarta, Sabtu (30/3).
Asya juga mengaku tak tahu bahwa Kiwil dan Marlina punya hubungan khusus. Meski demikian, kata Asya, Marlina sempat bercerita atau bertanya tentang Kiwil.
"Gue juga enggak tahu kalau akhirnya bakal begini (menikah, red). Mungkin dipelet kali ya karena enggak mungkin temen gue cantik gitu milih Kiwil," ujarnya.
Asya menceritakan, Kiwil dan Lina pertama kali bertemu dalam sebuah acara tujuh bulan lalu. Saat itu Kiwil mengisi lawakan, sementara Lina -sapaan Marlina- sebagai penyanyi pada acara yang sama.
"Nah satu bulan dari situ Lina mulai berubah. Mungkin dari situ Dia ke Dukun Sukabumi kali," kata Asya.

Analisa fenomena tersebut :
            Melihat kasus-kasus yang terjadi pada zaman sekarang memang memiliki makna yang sangat menarik apabila kita pelajari dengan seksama. Seperti yang bisa kita amati, misalnya dalam masyarakat sekarang yang cenderung dikatakan sebagai masyarakat yang “modern” pun masih ada banyak fenomena-fenomena yang tidak mencerminkan masyarakat modern itu sendiri. Misalnya pelet, santet, sihir, tenung dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadi menarik bagi kita semua untuk mencari tahu jawaban dari adanya fenomena tersebut. Dengan kita merasa bahwa hal semacam itu merupakan sesuatu yang tidak nampak dan tidak logis memang benar. Namun, apakah kita dapat mendefinisikan fenomena tersebut? Apakah kita tahu asal mula fenomena tersebut? Lalu, Apa motif seseorang melakukan kegiatan tersebut? Tentu saja kita tidak akan tahu kalau kita cuma mengamini dan tanpa mempelajari kajian yang membahas tentang fenomena-fenomena sosial yang ada dalam masyarakat yang berkaitan dengan masalah agama.
            Jika kita kaitkan kasus di atas yang dialami oleh Kiwil. Maka, dapat kita ketahui bahwa seorang “artis” pun masih percaya kepada hal-hal di luar nalar manusia. Memang dalam sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki keyakinan bahwa kasus seperti pelet, santet, sihir itu memang ada dan sudah tidak asing lagi. Karena banyak kasus yang dianggap oleh masyarakat dan penyebab utamanya berasal dari kegiatan-kegiatan tersebut. Banyak orang yang mengagung-agungkan dukun santet dan dukun pelet. Sedangkan, mereka melupakan ajaran agama yang melarang kepada penganut ajaran agama misalnya Agama Islam melarang untuk berbuat jahat pada orang lain dengan cara apapun.
            Semua perbuatan manusia pada dasarnya didasarkan atas suatu kebutuhan yang harus mereka penuhi dengan berbagai cara. Ada yang menggunakan cara yang salah dan ada juga yang menggunakan cara yang benar. Semua tergantung pada individu masing-masing. Misalnya mendatangkan pawang hujan untuk memindahkan hujan, meminta bantuan dukun untuk mendapatkan cinta seseorang, meminta bantuan pada cincin agar tahan pukul, meminta bantuan dukun untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan masih banyak contoh lain yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Setelah mengetahui sedikit penjelasan di atas, sudahkah kita dapat mendefinisikan fenomena apakah yang sesungguhnya telah mengakar pada masyarakat sekarang ? Apa solusi yang kita harus lakukan? Bagaimana teori sosiologi menjelaskan fenomena tersebu. Banyak hal yang belum kita ketahui walaupun kita sudah mengamini dan mempercayai kalau semua itu ada.


Apakah definisi yang sebenarnya dari fenomena yang terjadi pada kasus di atas ?
Dalam masyarakat sekarang masih sering memberdayakan hal-hal yang bersifat rasional untuk mendapatkan sesuatu hal yang bersifat irrasional inilah jawaban dari berbagai fenomena di atas yang disebut dengan istilah magi. Banyak orang yang memakai cara yang tidak logis dalam mencapai tujuannya. Misalnya meminta bantuan pada pawang hujan untuk memindahkan hujan. Magi dapat dibedakan berdasarkan tujuan, ada yang digunakan untuk hal-hal kebaikan dan ada juga yang digunakan untuk hal-hal kejahatan. Magi yang digunakan untuk hal-hal kebaikan disebut dengan istilah white magic. Misalnya seorang Kyai mengobati orang yang disantet orang lain. Sedangkan, yang digunakan untuk hal-hal kejahatan disebut dengan istilah black magic. Misalnya, seorang meminta bantuan pada dukun untuk menyantet orang lain, memelet orang lain, melakukan pesugihan di tempat-tempat keramat dan sebagainya. Jadi, kasus di atas jelas merupakan fenomena magi.


Bagaimanakah asal mula dari  magi ?
Magi berasal dari perkataan Yunani “mageia” artinya perbuatan ajaib yang dilakukan golongan imam dari para ahli magi itu. Dalam bahasa Indonesia ada banyak kata untuk magi yaitu ilmu sihir, ilmu gaib, jampi dan sebagainya. Magi muncul ketika keadaan alam tidak mengakodasi kebutuhan orang-orang primitif. Sehingga, orang primitive berusaha berfikir untuk bisa memahami dunia dan merubahnya.
Magi merupakan kepercayaan yang sudah lama dianut oleh manusia karena dianggap mampu memberikan kemudahan atau pertolongan dalam mencapai tujuan seseorang. Tujuan tersebut bisa berupa tujuan baik maupun tujuan jahat tergantung dari individu itu sendiri. Tetapi, pada kenyataanya masyarakat mengartikan magi lebih cenderung untuk hal-hal yang jahat. Padahal, belum tentu begitu. Karena banyak hal positif yang dapat dilakukan dari magi.


Apa solusi yang harus kita lakukan dari adanya kasus yang berkaitan dengan magi ?
Berbicara tentang magi dalam melihat kasus-kasus sekarang memang sangat berkaitan. Misalnya kasus yang lagi cetar membahana adalah kasus Eyang Subur, kasus Kiwil dan banyak kasus lainnya. Menjelaskan kasus tersebut memang sesuatu yang irrasional dan perlu pembuktian yang logis. Karena kasus diatas merupakan hal yang “tidak logis”. Lalu, apakah kasus tersebut  bisa dikenai hukuman apa tidak?
Memang dalam menangani kasus-kasus seperti itu butuh undang-undang khusus dari pemerintah. Rancangan undang-undang yang telah dibuat pun mengalami pro dan kontra. Tetapi, saya sangat setuju jika ada suatu undang-undang yang mengatur hal tersebut. Karena perbuatan seperti itu merugikan orang lain.


Teori Sosiologi Dalam Memandang Fenomena Magi
Dalam hal ini ada dua teori yang dapat memberi penjelasan mengapa fenomena magi masih ada sampai era sekarang ini. Kedua teori tersebut yaitu teori structural fungsional dan teori konflik. Seperti yang kita ketahui bahwa menurut perspektif dari teori structural fungsional yang asumsi dasarnya adalah memandang masyarakat sebagai sistem yang mencari keseimbangan. Jadi, fenomena magi akan terus ada setiap kali seseorang tidak mampu mencari jalan lain untuk mencapai “keseimbangan” dalam mengatasi masalah yang menimpanya tanpa ada usaha yang lebih pasti dan kecenderungannya menggunakan cara-cara yang irrasional untuk mencapai tujuannnya. Sedangkan, teori konflik menganggap bahwa dalam suatu masyarakat tidak akan lepas dari konflik. Karena salah satu penyebabnya adalah adanya perbedan kepentingan antar individu maupun kelompok. Oleh karena itu, kasus diatas akan terus ada selama adanya perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok.


 

Blogger news

Blogroll

About