Nama : Ilham
NIM : F1A011048
Jurusan : Sosiologi
Analisis Film
“Alangkah Lucunya Negeri Ini”
A. Sinopsis Film
“Alangkah Lucunya Negeri Ini”
Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” merupakan salah
satu Film Komedi Indonesia Tahun 2010 yang dirilis oleh Deddy Mizwar. Cerita
dari film ini ditulis oleh Musfar Yasin, dan diperankan oleh Reza Rahadian,
Deddy Mizwar, Slamet Rahardjo, Jaja Mihardja, Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan,
Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim, Sakurta Ginting, Sonia, dan Teuku Edwin. Film
ini bertemakan pendidikan, dalam alur ceritanya pemeran berniat untuk merubah
anak-anak yang berprofesi mencopet.
Dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
menceritakan seorang anak muda lulusan S1 Managemen yang bernama Muluk sebagai
seorang yang baru saja lulus kuliah, tentu saja berupaya untuk mencari kerja.
Dengan berbekal ijazah yang dimiliki serta surat kabar yang memuat berbagai
lowongan kerja, namun semua lamaran tersebut tidak membuahkan hasil.
Semangat Muluk dalam mencari kerja tidak pernah
berhenti dan akhirnya melihat sekelompok anak yang melakukan aksi copet di
sebuah pasar. Dengan geram Muluk meringkus anak tersebut dan mengancam
melaporkannya kepada polisi. Beberapa waktu kemudian, di sebuah warung Muluk
bertemu dengan Komet. Komet akhirnya membawa Muluk ke markasnya dan
memperkenalkan dengan Jarot yang menjadi pemimpin para pencopet. Di sisi lain,
ayah Muluk yang bernama Pak Makbul berdebat serius dengan Haji Sarbini yang
merupakan calon besannya. Muluk akan dijodohkan dengan Rahma. Keduanya terus
saja berdebat walaupun berusaha dilerai oleh Haji Rahmat, seorang tetua dalam
bidang agama Islam di daerah tersebut.
Perkenalan Muluk dan Jarot menghasilkan kesepakatan
bahwa Muluk akan bekerja bersama dengan para pencopet tersebut untuk
mempraktekkan ilmu manajemen yang dimiliki dengan mengelola keuangan mereka.
Ini ditawarkan oleh Muluk dengan imbalan 10% dari hasil copet mereka. Tujuan
Muluk adalah agar hasil copet mereka dapat dikelola secara profesional dan
akhirnya dapat dijadikan sebagai modal usaha agar tidak perlu menjadi pencopet
lagi. Secara umum, kelompok pencopet ini dibagi menjadi 3, yaitu kelompok mall
yang terdiri atas pencopet yang berpakaian paling bagus dan “gaul”, kelompok
pasar yang berpakaian paling kumal, dan kelompok angkot yang berpakaian
sekolah. Setiap kelompok memiliki pemimpin dan metode kerja sendiri-sendiri. Muluk
pun menyadari bahwa anak-anak ini juga
butuh pendidikan, dan untuk mengajar mereka, Muluk meminta bantuan Samsul,
seorang Sarjana Pendidikan pengangguran yang sehari-hari hanya bermain kartu
saja agar mempraktikan apa yang telah diperoleh dari kuliahnya dulu.
Sebuah permasalahan kecil terjadi saat ayah Muluk
bertanya mengenai pekerjaannya. Dengan terpaksa Muluk menjawab bahwa
pekerjaannya adalah di bagian Pengembangan Sumber Daya Manusia. Beberapa waktu
kemudian, Haji Rahmat meminta Muluk agar dapat mempekerjakan anaknya, Pipit,
karena sehari-hari Pipit hanya mengurusi kuis-kuis di televisi dan mengirim
undian berhadiah kemana-mana. Muluk-pun menyanggupi hal tersebut dan mengajak
Pipit untuk mengajar agama bagi anak-anak pencopet.
Rasa penasaran pun muncul dari Pak Makbul ayah
Muluk, Haji Rahmat ayah Pipit, dan Haji Sarbini calon mertua Muluk. Mereka pun
bersikeras hendak melihat tempat kerja Pipit, Muluk dan Samsul. Mereka amat
terkejut sewaktu mengetahui bahwa anak-anak mereka rupanya bekerja untuk para
pencopet .
Pertentangan batin yang hebat segera terjadi di hati
mereka yang juga mempengaruhi Muluk, Pipit, dan Samsul. Mereka akhirnya
berhenti mengajari anak-anak itu. Setalah itu, Jarot memberikan pengarahan
kepada anak-anak itu tentang bagaimana mereka seharusnya mencari uang dengan
uang halal. Golongan copet pasar akhirnya sadar dan mereka berubah profesi
menjadi pedagang asongan, golongan mall dan angkot tetap pada profesi mereka
yaitu pencopet. Namun, saat golongan copet pasar sedang berdagang di jalan raya
tiba-tiba ada satpot pp yang menertibkan jalanan tersebut. Anak-anak banyak
yang tertangkap tetapi pada saat itu. Muluk melihat kejadian itu dan mengaku
kepada satpol pp bahwa dia adalah orang yang menyuruh anak-anak itu mengasong
(bos mereka). Sehingga, Muluk pun dibawa pergi oleh satpol pp tersebut.
B. Hasil Analisis Film
“Alangkah Lucunya Negeri Ini”
Dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” sangat
menonjolkan pentingnya pendidikan dalam merubah kehidupan agar menjadi lebih
baik. Kehidupan masyarakat
Indonesia secara garis besar memang telah mengalami perubahan. Seperti
perubahan pada system ekonomi, politik maupun system sosial. Tetapi, ironis
memang ketika kita mendapati salah satu pasal UUD 1954 yaang menyatakan “bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara” sementara
kenyataan yang terjadi pada negara ini sebenarnya menunjukkan kebalikannya.
Menyambung dari permasalahan utama dalam film “Alangkah
Lucunya Negeri Ini” yang menyinggung masalah pentingnya pendidikan yang harus
diperoleh bagi setiap warga masyarakat Indonesia yang dikatakan sudah
“merdeka”. Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan sejatinya adalah modal
dasar sebuah bangsa untuk mencapai kemajuan. Dengan pendidikan, penguasaan
terhadap teknologi akan dicapai lebih mudah. Suatu negara yang sudah menguasai
teknologi, maka akan lebih mudah ia menguasai dunia. Hal ini sudah dibuktikan
oleh negara-negara “barat” yang mampu menguasai teknologi. Kini, seharusnya
kita sadar bahwa mereka yang berilmu tentu akan lebih banyak berbicara di
percaturan global.
Setelah melihat dari film “Alangkah Lucunya Negeri
Ini” ternyata masih banyak warga Indonesia yang tidak memperoleh pendidikan.
Bahkan, mereka tidak tahu apa itu pendidikan. Padahal, sudah sejak lama negeri
ini selalu menggalakkan program wajib belajar. Maksud pemberian wajib belajar
itu adalah untuk tujuan yang baik. Wajib belajar adalah pemberian pelayanan
kepada anak bangsa untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau
oleh kemampuan masyarakat.
Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan
yang terbilang belum mampu dalam hal materi. Sehingga, pemerintah pada
akhir-akhir ini selalu berusaha memberikan bantuan khusus kepada
sekolah-sekolah. Bantuan itu adalah guna meningkatkan mutu kinerja tenaga
pendidik dan yang terdidik. Walaupun ada pepatah yang mengatakan "Seseorang
boleh saja tidak melanjutkan pendidikan karena ia bodoh, tapi tidak boleh
terjadi seseorang tidak melanjutkan pendidikan karena ia miskin". Tetapi,
pada kenyataannya masih banyak anak bangsa yang tidak memperoleh pendidikan
karena “pemiskinan” yang disebabkan oleh kesalahan system maupun struktur
sosial yang ada dan salah satu penyebab paling utamanya adalah masalah korupsi
yang sangat merugikan orang lain dan menyebabkan terjadinya kemiskinan yang
berpengaruh pada masalah pendidikan. Memang kemiskinan selalu jadi
bayang-bayang di balik pendidikan kita dan menjadikan semuanya semakin kacau.
Namun bagaimanapun juga pendidikan tetap dinomorsatukan, sebab jika tak ada
ilmu tidak akan kita dapati perbaikan kemiskinan.
Inti dari film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” adalah
mengkritik dunia pendidikan di Indonesia. Dimana dalam film tersebut sangat menjunjung
tinggi pendidikan, serta memiliki banyak pesan yang sebaiknya kita terapkan
dalam kehidupan kita. Contohnya dalam film tersebut dimana ada copet yang
bernama Glen tertangkap polisi disebabkan tidak bisa membaca petunjuk jalan.
Hal ini menunjukkan bahwa angka buta huruf di Indonesia masih sangat tinggi.
Kasus yang lain pun banyak digambarkan dalam film tersebut. Misalnya kasus yang
dialami oleh Muluk, samsul dan pipit. Walaupun mereka berpendidikan tinggi
belum tentu akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Hal itu
menambah buruk potret kualitas pendidikan di Indonesia yang masih banyak masalah
yang sampai saat ini belum ada solusi yang tepat.
Dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” juga menunjukkan
bahwa sampai kapanpun persepsi orang tentang pencopet tidak akan berubah
sekalipun mereka telah mendapatkan pendidikan akademik maupun agama. Persepsi
seperti inilah yang menyebabkan susahnya masyarakat negeri ini untuk bergerak
maju dan mendapatkan perubahan yang signifikan. Masyarakat Indonesia sudah terlalu
terpaku ada suatu hal yang mereka nilai dari luarnya sehingga terkadang lupa
oleh apa yang sebenarnya terjadi. Perbandingan yang ditonjolkan pada film ini
sebenarnya sangat klasik yaitu antara koruptor dan pencopet.
Perbedaan antara koruptor dengan pencopet dapat kita ketahui
dari sudut pandang pendidikan mereka. Padahal keduanya sama-sama mengambil hak
yang bukan miliknya secara diam-diam. Perbedaan pada mereka adalah bagaimana cara
mereka “mencopet”. Jika pencopet biasa mencopet uang langsung dari orang lain.
Sedangkan, cara koruptor mencopet uang orang lain tidak lagi langsung dari
orang. Inilah contoh simple dari pentingnya sebuah pendidikan. Jika kita amati lagi-lagi faktor pendidikan yang
menyebabkan ini semua. Faktor mahalnya pendidikan atau masih tertanam bahwa
pendidikan itu tidak penting. Tetapi jika telah berpendidikan bisa menjamin
hidup atau malah melakukan perbuatan haram seperti korupsi.
Penjelasan dari film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”
mengenai pendidikan bisa kita kaitkan dengan masalah ideologi pendidikan.
Karena sistem pendidikan dalam praktiknya berada dalam dua posisi yang cukup
dilematis. Dimana pendidikan melanggengkan struktur atau sistem yang ada dalam
masyarakat. Sedangkan, di satu sisi pendidikan berperan kritis dalam melakukan
perubahan sosial dan transformasi sosial (fungsi reproduksi).
Masalah yang diulas dalam film “Alangkah Lucunya
Negeri Ini” tentang pendidikan menurut pemikiran Pierre Buordieu yang memandang
pendidikan hanyalah alat utk mempertahankan eksistensi kelompok dominan.
Sekolah pada dasarnya hanya menjalankan proses reproduksi budaya (cultural
reproduction), sebuah mekanisme sekolah, dalam hubungannya degan institusi yang
lain, untuk membantu mengabadikan ketidaksetaraan ekonomi antargenerasi. Hal
ini sangat jelas terdapat dalam isi dari film tersebut. Dimana kehidupan para
pencopet yang sulit untuk diajak keluar dari dunia percopetan karena minimnya
pengetahuan yang mereka miliki. Sehingga, dapat kita tarik kesimpulan dari film
tersebut bahwa pendidikan sangat penting dalam melepaskan seseorang dari
kebodohan dan kemiskinan.